global.klinikfarma.com Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Eva Susanti, mengungkapkan bahwa hingga September ini, hanya 16,4 persen atau sekitar 30,6 juta penduduk Indonesia yang telah menjalani skrining faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM). Pengumuman ini disampaikan dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara daring terkait Hari Jantung Sedunia 2023 di Jakarta pada Senin (25/9/2023).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Eva Susanti juga menyebutkan bahwa beberapa provinsi memiliki tingkat skrining yang berbeda. Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah provinsi dengan tingkat skrining tertinggi, yaitu sebesar 48 persen dari penduduknya, diikuti oleh Banten dengan 39,2 persen. Sementara itu, provinsi dengan tingkat skrining terendah adalah Papua dengan hanya 2,2 persen, diikuti oleh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Bali, masing-masing 6,8 dan 6,9 persen.
Skrining PTM ini mencakup berbagai aspek, termasuk pemeriksaan gula darah, tekanan darah, diabetes, lingkar perut, dan obesitas sentral. Untuk meningkatkan cakupan skrining dini ini, Kemenkes telah meluncurkan sejumlah program, termasuk mengadakan skrining di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) terdekat.
“Program ini mencakup puskesmas yang tersebar di 7.230 kecamatan, Posyandu Prima di 85 ribu kelurahan/desa, dan posyandu yang tersebar di 300 ribu dusun/RT/RW. Selain itu, kami juga melakukan kunjungan dari rumah ke rumah dengan total penduduk mencapai 273,5 juta orang,” ujar Eva.
Tidak hanya itu, Kemenkes juga telah melaksanakan pelatihan bagi 1,5 juta kader posyandu dan tenaga medis seperti dokter dan perawat dalam penggunaan elektrokardiograf (EKG) dan Automated External Defibrillator (AED). Selain itu, Kemenkes juga memperluas manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk mencakup 14 jenis skrining penyakit prioritas.
Eva Susanti menyatakan harapannya agar target mencapai 140 juta warga yang menjalani skrining PTM dapat tercapai pada tahun ini. Langkah ini diambil untuk mengurangi risiko kematian akibat PTM di Indonesia. Upaya tersebut mencakup pemerataan akses dan mutu kesehatan melalui sistem pengampuan dan rujukan, baik di tingkat primer maupun sekunder.
Panduan penanganan kasus PTM pada tingkat primer mengacu kepada Panduan Praktik Klinis (PPK), sementara penanganan di tingkat sekunder dikuatkan melalui rumah sakit di berbagai daerah dengan pengampuan jejaring rumah sakit pengampu yang menangani kasus kardiovaskuler.
Semua program ini diharapkan dapat membantu mengurangi beban penyakit tidak menular di Indonesia dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya skrining PTM untuk deteksi dini dan pencegahan.